Disusun oleh:
1. Bryan Hadiwinoto XII-A1 / 02
2. Delicia Febrilya Sakkung XII-A1 / 06
3. Derren Purbo XII-A1 / 07
4. Jefferson Chandra XII-A1 / 13
5. Raffael Lanova Cahyono XII-A1 / 29
6. Ruben Raymond Delano Darma XII-A1 / 31

Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono adalah salah satu tokoh pergerakan nasional Indonesia yang berperan penting dalam perjuangan dan pembangunan bangsa. Ia lahir pada 10 April 1900 di Yogyakarta sebagai anak kedua dari sebelas bersaudara. Masa kecil Kasimo dijalani dengan sederhana. Ia membantu kedua orang tuanya berjualan di pasar demi memenuhi kebutuhan keluarga. Ayahnya, Ronosentika, bekerja sebagai abdi dalem, sementara ibunya, Dalikem adalah seorang ibu rumah tangga sekaligus pemilik kios pasar. Kehidupan sederhana ini bukan sekadar latar belakang, melainkan fondasi yang membentuk karakter pekerja keras dan kepedulian sosial yang kelak sangat berpengaruh pada kiprahnya di panggung nasional.
Semangat belajar Kasimo terlihat jelas sejak usia dini. Ia menempuh pendidikan di Tweede Inlandsche School di Kampung Gading, kemudian melanjutkan ke sekolah di Kweekschool te Muntilan yang didirikan Romo van Lith. Di tempat inilah ia berkenalan dengan agama Katolik, yang diperkenalkan oleh Romo van Lith sendiri. Pendidikan berlanjut ke Middelbare Landbouwschool Bogor, sebuah sekolah pertanian yang menyiapkan Kasimo untuk memahami masalah pangan dan agraria. Keterlibatannya dalam organisasi Jong Java juga memperluas wawasannya mengenai perjuangan nasional. Kombinasi pendidikan dan pengalaman organisasi ini menumbuhkan pemimpin yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara sosial dan ideologis.
Tahun 1923 menjadi tonggak penting ketika Kasimo bersama F.S. Harjadi dan R.M. Jacob Soejadi mendirikan Perkoempoelan Politiek Katholiek di Djawa (PPKD). Organisasi ini kemudian berkembang menjadi Partai Politik Katolik Indonesia (PPKI) tujuh tahun setelahnya. Perjalanan politiknya semakin kokoh saat ia menjadi anggota Volksraad atau Dewan Rakyat dari 1931 hingga 1942. Tidak berhenti di sana, Kasimo juga aktif dalam perkumpulan pekebun pribumi, Inheemse Planters Vereeniging. Di tengah kesibukan politik dan organisasi, ia tetap setia pada kehidupan keluarga. Pada 9 Juli 1925, ia menikahi Aloysia Moedrijah dan dikaruniai enam anak, menjadikannya contoh figur yang mampu menjaga keseimbangan antara perjuangan publik dan tanggung jawab pribadi.
Setelah Indonesia merdeka, Kasimo tampil sebagai salah satu tokoh penting dalam menjaga arah perjalanan bangsa. Ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan mendirikan Partai Katolik Republik Indonesia (PKRI). Perannya semakin besar ketika dipercaya menjabat sebagai Menteri Muda Kemakmuran dalam Kabinet Amir Sjarifuddin dan Menteri Persediaan Makanan Rakyat dalam Kabinet Hatta. Pada masa Agresi Militer Belanda II, Kasimo tidak hanya berpikir di balik meja kekuasaan, melainkan ikut bergerilya dan terlibat langsung dalam Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Pilihan ini memperlihatkan sikap seorang pemimpin sejati: keberanian untuk berada di garis depan ketika bangsa menghadapi ancaman.
Perjalanan Kasimo tidak berhenti setelah proklamasi kemerdekaan. Ia menjabat sebagai Kepala Djawatan Perkebunan RI dan menjadi anggota DPR dari fraksi Partai Katolik pada 1950. Tahun 1955, ia dipercaya sebagai Menteri Perekonomian dalam Kabinet Burhanuddin Harahap. Dari posisi ini lahir gagasan besar yang dikenal sebagai Plan Kasimo, sebuah program ekonomi yang dirancang untuk mengatasi kelangkaan pangan pasca kemerdekaan. Program tersebut menekankan peningkatan hasil pertanian, perluasan lahan, serta perbaikan distribusi pangan. Plan Kasimo menunjukkan betapa seriusnya ia memandang ketahanan pangan sebagai syarat utama berdirinya bangsa yang merdeka.
Selain di bidang ekonomi dan politik, kontribusi Kasimo juga hadir dalam dunia pendidikan. Tahun 1960, ia turut mendirikan Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta. Langkah ini menunjukkan pandangan jauh ke depan: membangun bangsa tidak cukup hanya melalui politik dan ekonomi, tetapi juga melalui pendidikan generasi penerus.
Ignatius Joseph Kasimo wafat pada 1 Agustus 1986 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Atas segala jasa dan pengabdiannya, pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada 2011. Penghargaan ini sejalan dengan realitas hidupnya, sebab Kasimo memang mewakili sosok pemimpin yang lahir dari kesederhanaan, tetapi memberikan kontribusi besar bagi bangsa dan negara.
No responses yet