Nama Anggota :
- Jason Matthew Lion XII A1/11
- Jerome Raphael Christian XII A1/14
- Jeslyn Cyntia Cahyadi XII A1/15
- Ken Rayden Sanjaya XII A1/21
- Naomi Freya Nugraha XII A1/27
- Sindhu Nathanael Kristanto XII A1/34

“Tanpa keadilan sosial, tidak ada yang namanya kemerdekaan sejati.” – Y.B. Mangunwijaya
R.D. Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Dipl.Ing. atau biasa dikenal dengan Romo Mangun merupakan seorang imam Gereja Katolik Roma, arsitek, penulis, aktivis sosial dan juga dikenal dengan sikap hidupnya yang konsisten membela kaum tertindas. Romo Mangun berperan besar bagi Indonesia sebab Ia banyak menginspirasi orang untuk membuat hidupnya bermutu secara moral serta spiritual, memperhatikan masa depan banga dalam segi pendidikan serta moralitas, menjaga keamanan Indonesia secara langsung, berani untuk bertindak secara nyata, dan mengasihi semua orang tanpa terkecuali terutama bagi yang tertindas.
Romo Mangun lahir di Ambarawa, Jawa Tengah, pada 6 Mei 1929. Ia merupakan seorang sulung dari 12 bersaudara dalam keluarga guru. Sejak kecil Romo Mangun telah dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang religius dan disiplin, yang kelak membentuk watak pribadinya yang teguh, sederhana, dan penuh kepedulian terhadap masyarakat kecil. Tahun 1944, ayahnya dibunuh oleh tentara Jepang di hadapan keluarganya sendiri. Hal inilah yang memicu rasa kepedulian dan empati terhadap yang lemah. Ia dilihat sebagai pejuang kemanusiaan yang sejati. Hal ini dapat dilihat dari aksi Romo Mangun yang memberdayakan penduduk Kali Code. Pada tahun 1980-an, pemerintah ingin menata wajah kota Yogyakarta yang dianggap kumuh, namun Romo Mangun berhasil mengubah rencana penggusuran tersebut menjadi pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat dapat tetap tinggal di sana, dengan mendirikan rumah layak huni, membangun fasilitas seperti masjid dan perpustakaan, serta memberdayakan masyarakat untuk hidup lebih bermartabat, bersih, dan berpendidikan. Pada tahun 1992, program ini berhasil mendapatkan penghargaan internasional “Aga Khan Award” sebagai sebuah perkampungan dengan rancangan terbaik di dunia dan pada pada
tahun 1995, Ia juga menerima “The Ruth and Ralph Erskine Fellowship” sebagai bukti dari dedikasinya terhadap “wong cilik”. Dari hal ini, dapat dilihat bahwa Romo Mangun bukan hanya berbicara, namun ia membuat aksinya nyata. Ia benar benar hadir, menemani dan bekerja sama dengan rakyat. Ia percaya bahwa dengan pendidikan, rasa percaya diri, dan lingkungan yang manusiawi, masyarakat kecil bisa hidup lebih bermartabat.
Hal lain yang sangat menginspirasi adalah pembelaan Romo Mangun petani yang rumahnya akan digusur untuk dibangunnya waduk di Kedung Ombo, Sragen. Ia turut berpartisipasi aktif untuk mendampingi dan berjuang bersama warga yang hak asasinya terancam, meskipun dalam keadaan tidak sehat. Selain Itu, Romo Mangun juga mendirikan Yayasan Dinamika Edukasi Dasar (DED) dan secara khusus menginspirasi SD Eksperimental Mangunan di Sleman, Yogyakarta. Hal ini dipicu oleh kekecewaan Romo Mangun terhadap pendidikan Indonesia, sehingga ia ingin memperbaiki edukasi di Indonesia yang akhirnya membuahkan DED dan beberapa seminari. Dari semua hal ini, Romo Mangun ingin mengajarkan kami untuk mempunyai mempunyai hidup yang bermutu. Hidup yang bermutu adalah hidup dimana seseorang tidak mencari popularitas, prestasi, ataupun harta, melainkan mendedikasikan hidupnya untuk memancarkan keagungan martabat hidup manusia dalam tindakannya. Cinta kasih, kepedulian, keadilan, kejujuran, kesetiaan, kerelaan untuk berkorban tanpa pamrih, serta 5 keutamaan Vinsensius merupakan ajaran-ajaran dari Allah yang harus diaplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia agar hidupnya bermutu.
Romo Mangun juga turut berperan dalam perjuangan Indonesia pada masa revolusi fisik. Pada tahun 1945, Y. B. Mangunwijaya bergabung sebagai prajurit TKR Batalyon X divisi III dan bertugas di asrama militer di Vredeburg, lalu di asrama militer di Kotabaru, Yogyakarta. Dia sempat ikut dalam pertempuran di Ambarawa, Magelang, dan Mranggen. Ia juga bergabung dalam TP Brigade XVII sebagai komandan TP Kompi Kedu saat Agresi Militer Belanda I melanda Indonesia. Semangat nasionalisme dan kepedulian pada rakyat indonesia yang dimilikinya membuatnya rela berkorban dan berjuang demi negaranya. Pemandangan rakyat Indonesia yang menderita mempengaruhi Romo Mangun dan akhirnya menumbuhkan empati yang kuat pada yang lemah dan kelak menjadi napas utama dalam karya-karya dan perjuangannya sebagai pembela negara.
Selama perjalanan hidupnya, Romo Mangun banyak meneladani ayat-ayat kitab suci yang menjadi menjadi pedoman dalam setiap langkahnya. Seluruh aksi yang ia lakukan seluruh hidupnya, yaitu perjuangannya mempertahankan Indonesia serta memberdayakan yang lemah, mencerminkan salah satu teladan Kristus dalam Yohanes 15:13, “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya”. Romo Mangun bukan hanya memberikan gagasan dan teori, namun ia praktek secara langsung dan membuat tampak nyata. Dengan keberanian untuk bertindak secara nyata dan langsung, Ia menghidupi nilai Katolik yang menempatkan kasih, keadilan, dan pengorbanan sebagai inti iman. Romo Mangun membuktikan bahwa iman sejati harus diwujudkan dalam tindakan, bukan sekadar teori.
Tidak hanya itu, tindakan Romo Mangun dalam mengasihi yang lemah sejalan dengan sabda Yesus dalam Matius 25:40: “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” Melalui hidupnya, Romo Mangun menyebarkan cinta kasih Kristus melalui kepeduliannya pada kaum lemah. Kepeduliannya terhadap kaum kecil menunjukkan bagaimana ajaran Kristus tentang kasih dapat dihidupi secara konkret dalam kehidupan sehari-hari. Melalui dedikasi dan pengorbanannya, Romo Mangun menjadi teladan bahwa panggilan seorang beriman adalah menghadirkan terang dan harapan bagi sesama, terutama mereka yang miskin dan terpinggirkan.
Bukan hanya ayat ayat Kitab Suci, Romo Mangun pun menerapkan nilai-nilai vinsensian sepanjang hidupnya. Ia melaksanakan “Kesederhanaan” dengan memilih hidup bersama kaum miskin, merasakan langsung penderitaan mereka tanpa jarak. Ia melaksanakan “Kelembutan Hati” melalui cara Ia merancang rumah layak, membangun masjid, dan perpustakaan, serta mendidik warga agar berdaya secara sosial, kultural, dan moral. Ia melaksanakan “Kerendahan Hati” karena sikapnya yang tidak mencari popularitas, melainkan mengangkat martabat masyarakat melalui kebersamaan. Ia melaksanakan “Mati Raga” dalam pengorbanannya dimana bahkan saat Ia sakit, Ia tetap hadir mendampingi petani Kedung Ombo yang terancam tergusur. Nilai “Keselamatan Jiwa-jiwa” ia terapkan dengan membantu baik kebutuhan fisik dan kebutuhan mental seperti memulihkan harapan, martabat, dan iman masyarakat kecil.
Referensi :
Mangunwijaya, Y. B. (1999). Y.B. Mangunwijaya: Pejuang kemanusiaan. Kanisius.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia. (n.d.). Y.B. Mangunwijaya. Ensiklopedia Sastra. https://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Y_B_Mangunwijaya
Azizah, U. N. (2025, 20 Juli). Biografi YB Mangunwijaya ‘Romo Mangun’ dan perjuangan kemanusiaannya. detikJogja.
No responses yet